Minggu, 20 Januari 2013

Prolog Hatiku Hanya Untukmu ;)



Prolog

Namaku Cinta Andriana. Sejak kecil bisa dibilang aku orang yang sangat bahagia. Banyak teman yang sayang dan peduli terhadapku. Setiap detik hidupku selalu di habiskan untuk bermain bersama mereka semua. Satu harapanku kini, aku berharap agar setelah besar nanti aku punya teman yang jauh lebih banyak daripada sekarang ini.

Seiring berputarnya waktu, kini aku telah tumbuh menjadi seorang remaja wanita. Teman masa kecilku mulai pergi meninggalkanku satu per satu karena kurasa mereka mulai sibuk dengan urusannya masing-masing. Terlebih lagi setelah aku pindah ke rumah baruku. Dikompleks rumah baruku, ada suatu perasaan yang nggak pernah aku alami. Yah, hal itu adalah rasa kesepian. Disini tidak ada seorangpun yang bisa ku jadikan teman. Lebih tepatnya mungkin karena di sini belum ada anak seusiaku. Selain itu, rumah-rumah disekitar gang ini masih banyak yang tak berpenghuni alias kosong. Tetanggaku pun bisa dibilang mereka adalah pasangan yang masih menikmati hidup barunya didalam ikatan pernikahan tanpa seorang anak.

Yah, hidupku di rumah sekarang tidaklah seramai seperti di kompleks lamaku. Disini aku sendiri tanpa seorang teman. Lebih tepatnya kini hanya adikku yang bisa kujadikan teman. Setelah sekitar tiga bulan aku tinggal di kompleks baruku ini, akhirnya ada keluarga yang pindah ke kompleks ini. Yang ku tahu dan ku dengar dari ibuku, dikeluarga itu ada seorang anak perempuan yang usianya sama denganku. Jujur saja hatiku merasa sangat senang tapi… Aku malu untuk mengajaknya berkenalan karena jelas saja aku bukanlah orang yang gamapang buat dekat dengan orang baru yang belum pernah sekalipun aku kenal.

Suatu hari, kulihat anak tersebut mencoba menghampiriku dan mengajakku berkenalan. Tak lama kemudian dia sudah tiba di hadapanku.
"Hai, namaku Tika.. Nama kamu siapa.?" ucapnya dengan senyum.
"Hai juga Tika.. Aku Cinta.. Oh ya, kalau boleh tahu kamu dulu tinggal di mana..?" tanyaku.
"Hmmm… Aku dulu tinggal di Semarang.." jawabnya.
"Ahh, jauh banget.. Kok kamu pindah ke sini..?" tanyaku dengan penuh penasaran.
"Ini semua karena ayahku dipindah tugaskan ke daerah sekitar sini.. Jadi aku dan ibu juga harus ikut ayah pindah ke sini" ujarnya padaku.
"Salam kenal yah, Tik," ucapku sambil menjulurkan tangan.
"Iya Cin, salam kenal juga," jawabnya padaku sambil menyambut tanganku.
"Oh iya.. Kamu mau gak Tik jadi temanku?" tanyaku.
"Pasti mau dong, Cinta," jawab Tika.
"Tapi akukan gendut. Kamu emangnya gak malu punya teman seperti aku?" tanyaku lagi.
"Gak lah. Buat apa malu? Kalau mereka gak suka yah urusan mereka. Yang pentingkan aku nyaman berteman sama kamu," jelas Tika.
"Trima kasih yah, Tika," ucapku dengan polosnya.
"Iya, sama-sama," sahut Tika sambil tersenyum.

Beberapa bulan aku mengenal Tika, aku menjadi semakin tahu kepribadian dan sifatnya. Kami berdua sering bermain bersama setiap hari. Bahkan kami juga sering belajar bersama. Yah, walaupun beda sekolah, tapi aku senang bisa bertukar pikiran dengannya. Kini hidupku sudah tidak kesepian lagi seperti waktu pertama kali pindah ke sini. Mungkin ini semua karena kehadiran Tika disisiku sebagai seorang teman baikku.

Sampai pada suatu hari Tika dan keluarganya memutuskan untuk pindah rumah lagi karena ayahnya di pindah tugaskan lagi oleh kantornya. Walaupun rasanya teramat sedih, tapi aku tidak bisa memaksanya untuk tetap tinggal di sini. Aku gak boleh egois dengan menahan Tika agar tidak pindah dari rumahnya yang sekarang. Aku tahu dan yakin suatu saat kita pasti akan bertemu lagi, baik itu secara sengaja ataupun secara tidak sengaja.

Karena merasa tak sanggup melihat kepergian Tika secara langsung, aku mengajak ayahku pergi ke luar rumah dengan alasan bosen di rumah terus. Yah, mungkin hanya itu alasan terbaik yang bisa kuberikan pada ayahku agar mau menuruti permintaanku. Setelah kurasa Tika sudah pergi, aku pun meminta ayahku untuk kembali pulang ke rumah. 

Sejujurnya ada perasaan menyesal dalam hatiku karena tidak berani mengucapkan salam perpisahan tadi pagi. Apa mungkin perbuatanku ini salah? Tapi toh akhirnya percuma saja karena Tika sudah pergi dan mungkin tidak akan kembali untuk menemuiku lagi. Tapi aku berharap surat yang ku berikan padanya malam tadi bisa menyembuhkan sakit hatinya hari ini karena teman terdekatnya saat ini tidak mengucapkan salam perpisahan padanya. Kini satu harapanku padanya, ia mau menghubungiku suatu hari nanti lewat nomor telepon yang telah aku tuliskan padanya di dalam surat itu. Aku harap ia mau terus mengingatku sebagai temannya.
“Maafkan aku Tika karena saat terakhir kita bertemu tadi aku tidak memanfaatkannya sebaik mungkin. Aku menghindar darimu bukan karena aku marah kepadamu tapi karena aku takut membuatmu berat hati meninggalkanmu. Aku takut diriku ini tidak bisa menahan air mataku dihadapanmu. Maafkan aku Tika, sekali lagi tolong maafkan aku! Maaf kalau aku terlalu pengecut untuk menghadapi ini semua. Maaf sahabatku. Aku akan selalu menanti telepon darimu. Aku harap kamu tidak benci padaku atas kejadian hari ini,” ucapku dalam hati yang tanpa terasa air mataku mulai jatuh.


Comment yah readers
Christine Tan